PERENCANAAN STRUKTUR PLAT BETON
BERTULANG PADA HOTEL JAAS PERMAI DI KABUPATEN TRENGGALEK
Proposal Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Malang
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik
Oleh:
HERYUDHA HENDRA PUTRA
NIM : 201410340311099
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Didalam
suatu kontruksi beton bertulang, pelat sendiri dipakai untuk mendapatkan
permukaan datar yang berguna. Plat beton bertulang merupakan sebuah bidang
datar yang lebar, mempunyai arah horisontal dengan permukaan atas dan bawahnya
sejajar. Plat ditimpu oleh balok beton bertulang.
Plat
beton bertulang merupakan panel-panel beton bertulang yang memungkinkan
bertulangan satu atau dua arah, tergantung sistem strukturnya. Jika nilai
perbandingan antara panjang dan lebar pelat lebih dari 2, digunakan penulangan
satu arah, dan apabila nilainya tidak lebih dari 2 maka akan digunakan dua
arah.
Baru-baru
ini telah terjadi insiden yaitu ambruknya hotel jaas permai di kabupaten
Trenggalek. Bahkan ambruknya hotel ini bukan setelah jadi, tapi malah masih
dalam pengerjaan sudah ambruk.
Melihat
insiden seperti ini, kemudian timbul fikiran untuk membantu merencanakan ulang
plat beton bertulang hotel jaas permai ini supaya aman saat pembangunan bahkan
sampai mencapai umur rancana yang telah di rencanakan.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam
laporan tugas akhir ini akan dibahas mengenai perhitungan struktur plat beton
bertulang pada hotel yang meliputi:
1. Perhitungan
plat beton bertulang dari atap
2. Perhitungan
plat beton bertulang lantai 1 dan 2
3. Perencanaan
RAB plat beton bertulang
1.3 Batasan Masalah
1. Hanya
membahas struktur plat beton bertulang
2. Perhitungan
selain plat beton bertulang tidak direncanakan
3. Perencanaan
RAB hanya pada plat beton bertulang
1.4 Tujuan
Tujuan
dari perencanaan gedung ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat
menghitung struktur plat beton bertulang pada Hotel Jaas Permai
2. Dapat
menghitung RAB struktur plat beton pada pembangunan Hotel Jaas Permai
1.5 Manfaat
Manfaat
yang dapat diambil dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah menambah wawasan,
pengalaman dan ilmu pengetahuan penulis tentang meredesain struktur bangunan
gedung dan juga dapat menghitung RAB suatu struktur gedung terlebih pada plat
beton bertulang.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Dasar Perencanaan
Dalam
perencanaan dan proses pelaksanaan pembangunan gedung sebaiknya mengacu pada
peraturan konstruksi indonesia, yaitu:
1. Pedoman
perencanaan beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain
SNI 1727:2013
2. Pedoman
tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non
gedung SNI 1726:2012
3. Pedoman
tata cara perencanaan beton SNI 03-2847-2002
4. Tata
cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung SNI 03-1729-2002
5. Pedoman-pedoman
lain yang menunjang dan bermanfaat
2.2 Pelat Lantai
Pelat lantai
adalah lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung, merupakan lantai
tingkat pembatas antara tingkat yang satu dengan tingkat yang lain. Pelat
lantai didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada kolom-kolom bangunan.
Ketebalan pelat lantai ditentukan oleh :
·
Besar lendutan yang diinginkan.
·
Lebar bentangan atau jarak antara
balok-balok pendukung.
·
Bahan material konstruksi dan pelat
lantai.
Pelat lantai harus direncanakan kaku,
rata, lurus dan waterpass (mempunyai ketinggian yang sama dan tidak
miring), pelat lantai dapat diberi sedikit kemiringan untuk kepentingan aliran
air.
Ketebalan pelat
lantai ditentukan oleh :
·
beban yang harus didukung,
·
besar lendutan yang diijinkan,
·
lebar bentangan atau jarak antara
balok-balok pendukung,
·
bahan konstruksi dari pelat lantai.
Pelat lantai
merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan bidang permukaan yang lurus,
datar dan tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dimensinya yang lain.
Struktur pelat bisa saja dimodelkan dengan elemen 3 dimensi yang mempunyai
tebal h, panjang b, dan lebar a.
Adapun fungsi
dari pelat lantai adalah untuk menerima
beban yang akan disalurkan ke struktur lainnya. Pada pelat lantai merupakan
beton bertulang yang diberi tulangan baja dengan posisi melintang dan memanjang
yang diikat menggunakan kawat bendrat, serta tidak menempel pada permukaan
pelat baik bagian bawah maupun atas. Adapun ukuran diameter, jarak antar
tulangan, posisi tulangan tambahan bergantung pada bentuk pelat, kemampuan yang
diinginkan untuk pelat menerima lendutan yang diijinkan.
2.2.1 Fungsi Pelat Lantai
Adapun fungsi
pelat lantai adalah sebagai berikut :
·
Sebagai pemisah ruang bawah dan ruang
atas.
·
Sebagai tempat berpijak penghuni di
lantai atas.
·
Untuk menempatkan kabel listrik dan
lampu pada ruang bawah.
·
Meredam suara dari ruang atas maupun
dari ruang bawah.
·
Menambah kekakuan bangunan pada arah
horizontal.
2.2.2 Konstruksi Pelat Lantai
Berdasarkan Materialnya
Konstruksi untuk
pelat lantai dapat dibuat dari berbagai material, contohnya kayu, beton, baja
dan yumen (kayu semen). Dalam perencanaan ini material yang digunakan untuk
pelat lantai adalah beton.
Pelat lantai dari beton mempunyai
keuntungan antara lain :
·
Mampu mendukung beban besar.
·
Merupakan isolasi suara yang baik.
·
Tidak dapat terbakar dan dapat lapis
kedap air.
·
Dapat dipasang tegel untuk keindahan
lantai.
·
Merupakan bahan yang kuat dan awet, tidak
perlu perawatan dan dapat berumur panjang.
Pelat lantai
beton bertulang umumnya dicor ditempat, bersama-sama balok penumpu. Dengan
demikian akan diperoleh hubungan yang kuat yang menjadi satu kesatuan. Pada
pelat lantai beton dipasang tulangan baja pada kedua arah, tulangan silang,
untuk menahan momen tarik dan lenturan. Perencanaan dan hitungan pelat lantai
dari beton bertulang harus mengikuti persyaratan yang tercantum dalam Pedoman
tata cara perencanaan beton SNI 03-2847-2002
Untuk
menghindari lenturan yang besar, maka bentangan pelat lantai jangan dibuat
terlalu lebar, untuk ini dapat diberi balok-balok sebagai tumpuan yang
jugaberfungsi menambah kekakuan pelat. Bentangan pelat yang besar juga akan menyebabkan
pelat menjadi terlalu tebal dan jumlah tulangan yang dibutuhkan akan menjadi
lebih banyak, berarti berat bangunan akan menjadi besar dan harga persatuan
luas akan menjadi mahal.
2.2.3 Pembebanan Pelat
Sesuai
SNI 1727-2013, pada umumnya pembebanan-pembebanan yang dianalisa adalah sebagai
berikut:
2.2.3.1 Beban Mati (D)
Beban mati adalah berat dari semua
bagian suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, serta
peralatan tetap merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung. Beban mati
merupakan beban dengan besar yang konstan dan berada pada posisi yang sama
setiap saat. Dalam mendesain berat beban mati ini harus diperhitungkan untuk
digunakan dalam analisa. Dimensi dan berat elemen struktur tidak diketahui
sebelum analisa struktur selesai dilakukan. Berat yang ditentukan dari analisa
struktur harus dibandingkan dengan berat perkiraan semula. Jika perbedaannya
besar, perlu dilakukan analisa ulang dengan enggunakan perkiraan berat yang
lebih baik.
2.2.3.2 Beban hidup (L)
Beban hidup adala semua bahan yang
terjadi akibat penghuni atau pengguna suatu gedung, termasuk beban lantai yang
berasal dari barang yang dapat berpindah, mesin serta peralatan yang merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup
dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan lantai dan atap.
2.2.3.3 Beban Angin (W)
Beban angin adalah semua beban yang
bekerja pada gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban
angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif,
yang bekerja tegak lurus pada bidang yang di tinjau.
2.2.3.4 Beban Gempa (E)
Beban gempa adalah semua beban
statik skivalen yang bekerja pada gedung yang merupakan pengaruh dari gerakan
tanah akibat gempa.
Beban geser dasar gempa untuk
analisis beban statistik ekivalen, dengan rumus:
V
= C x I x K x Wt
Dimana:
V = beban gempa horisontal
C = koefisien gempa
I = faktor keutamaan
K = faktor jenis struktur
2.2.4 Perletakan Pelat
Untuk
merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan
saja, tetapi juga jenis perletakan dan jenis penghubung di tempat tumpuan. Kekakuan
hubungan antara pelat dan tumpuan akan menentukan besar momen lentur yang terjadi
pada pelat. Untuk bangunan gedung, umumnya pelat tersebut ditumpu oleh
balok-balok secara monolit, yaitu pelat dan balok dicor bersama-sama sehingga
menjadi satu kesatuan, seperti pada gambar (2.1) atau ditumpu oleh
dinding-dinding bangunan seperti pada gambar (2.2). Kemungkinan lainnya, yaitu
pelat didukung oleh balok-balok baja dengan sistem komposit seperti pada gambar
(2.3), atau didukung oleh kolom secara langsung tanpa balok, yang dikenal
dengan pelat cendawan, seperti gambar (2.4).
Kekakuan
hubungan antara pelat dan konstruksi pendukungnya (balok) menjadi satu bagian
dari perencanaan pelat. Ada 3 jenis perletakan pelat pada balok, yaitu :
a) Terletak bebas
Keadaan ini terjadi jika pelat diletakan
begitu saja diatas balok, atau antara pelat dan balok tidak dicor bersama-sama,
sehingga pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan tersebut.
Gambar
2.5 Pelat Terletak Bebas
b)
Terjepit elastis
Gambar
2.6 Pelat Terjepit Elastis
Keadaan ini
terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara monolit, tetapi ukuran
balok cukup kecil, sehingga balok tidak cukup kuat untuk mencegah terjadinya
rotasi pelat. Tepi yang bertumpuan sederhana menghasilkan kondisi tepi
campuran. Karena lendutan dan momen lentur di sepanjang tepi ini melibatkan
persamaan yang berkaitan dengan perpindahan dan gaya. Jadi,
Gambar
2.7 Lambang Pelat Dengan Perletakan Sederhana
c)
Terjepit penuh
Gambar
2.8 Pelat Terjepit Penuh
Keadaan ini
terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara monolit, dan ukuran
balok cukup besar, sehingga mampu untuk mencegah terjadinya rotasi pelat.
Kondisi geometris tertentu yang diperoleh berdasarkan besarnya perpindahan
(translasi dan rotasi) dapat digunakan untuk merumuskan kondisi tepi dalan
bentuk matematis. Misalnya, lendutan dan kemiringan permukaan pelat yang
melendut di tepi jepit sama dengan nol, jadi dapat dituliskan :
Gambar
2.9 Lambang Pelat Dengan Perletakan Jepit
2.2.5 Sistem Pelat Lantai
Secara umum
sistem pelat lantai dapat dibedakan menjadi dua, keduanya dibedakan dari nilai
rasio perbandingan sisi panjang (b) dan sisi pendek (a) dari pelat.
·
Sistem pelat satu arah (one way slab),
apabila b/a > 2,0. Analisis dan disain dari pelat satu arah,
dilakukan dalam 1 arah (arah sisi pendek)
·
Sistem pelat dua arah (two way slab),
apabila 1,0 _ b/a _ 2,0. Analisis pelat dua arah dilakukan dalam 2 arah
(arah x dan arah y).
2.3 Perencanaan Pelat Lantai
Dalam
merencanakan sebuah pelat, ada tiga metode yang dapat digunakan yaitu
·
Metode Marcus
Metode marcus
didasarkan pada pendekatan momen dengan menggunakan koefisien-koefisien yang
disederhanakan dimana koefisien ini telah dicantumkan dalam sebuah tabel sesuai
dengan kondisi perletakan ujung-ujung pelat.
·
Metode perencanaan langsung
Metode
Perencanaan langsung yaitu metode dimana yang diperoleh adalah pendekatan momen
dengan menggunakan koefisien-koefisien yang telah disederhanakan.
·
Metode portal ekivalen.
Metode portal
ekivalen digunakan untuk memperoleh variasi longitudinal dari momen dan geser,
maka kekakuan relatif dari kolom-kolom berikut sistem lantai dimisalkan dalam
analisis pendekatan dan kemudian diperiksa.
2.4 Analisa Struktur Pelat Lantai
Analisa Struktur
merupakan ilmu untuk menentukan respons suatu struktur terhadap suatu
pembebanan. Respons struktur dinyatakan dengan deformasi struktur, kekuatan
internal, tekanan, reaksi tumpuan, percepatan, dan stabilitas. Pada umumnya
terdapat 3 teori pelat yaitu teori Kirchoff - Love, Teori Mindlin - Reissner, Teori
Reissner - Stein. Dan juga Terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk
menganalisa pelat lantai beberapanya yaitu, metode elemen hingga, metode bayangan,
metode Hirzfeld, metode M. Levy dan lainnya. Dalam penelitian ini digunakan
Teori pelat Kirchoff – Love untuk menganalisa pelat lantai menggunakan metode
M. Levy.
Teori Kirchoff –
Love digunakan untuk kasus pelat tipis (L/h > 20). Teori ini mengatakan
bahwa titik-titik material, yang sebelum deformasi terletak pada garis lurus
dan tegak lurus terhadap permukaan tengah, setelah deformasi akan tetap berada
pada garis lurus dan harus tetap tegak lurus pada permukaan tengah.
2.4.1 Sistem Koordinat dan Perjanjian
Tanda.
Bentuk pelat
cukup ditentukan dengan menunjukkan geometri bidang pusatnya, yang merupakan
bidang /permukaan yang membagi dua tebal pelat (h) setiap titik (Gambar 2.10).
Berdasarkan buku Szilard (1989) yang mengatakan teori pelat dengan
lendutan kecil. Yang sering kali disebut teori Kirchhoff dan Love, didasarkan
pada anggapan berikut:
·
Bahan pelat bersifat elastis, homogen,
dan isotropis
·
Pelat pada mulanya datar
·
Tebal pelat relatif kecil dibandingkan dengan
dimensi lainnya. Dimensi lateral terkecil pada pelat paling sedikit sepuluh
kali lebih besar daripada ketebalannya
·
Lendutan sangat kecil dibandingkan
dengan pelat. Lendutan maksimum sebesar sepersepuluh sampai seperlima tebal
pelat dianggap sebagai batasan untuk teori lendutan yang kecil. Batasan ini
juga dapat dinyatakan dalam panjang pelat; misalnya, lendutan maksimum lebih
kecil dari satu perlima puluh panjang bentang yang terkecil.
·
Kemiringan bidang pusat yang melendut
jauh lebih kecil dari satu.
·
Perubahan bentuk pelat bersifat
sedemikian rupa sehingga garis lurus yang semula tegak lurus bidang pusat
pelat, tetap berupa garis lurus dan tetap tegak lurus bidang (perubahan bentuk
gaya geser transversal akan diabaikan).
·
Lendutan pelat diakibatkan oleh
perpindahan titik-titik bidang pusat yang tegak lurus awalnya.
·
Besarnya tegangan yang lurus bidang
pusat sangat kecil sehingga biasa diabaikan. Banyak dari anggapan ini terkenal
karena sama seperti balok dasar. Pengujian dengan skala kecil dan besar telah
membuktikan berlakunya anggapan-anggapan tersebut.
·
Pada kasus pelat yang memiliki daya
tahan lentur, anggapan penyerdehanaan tambahan dapat juga dibuat: regangan pada
bidang pusat akibat gaya-gaya sebidang biasanya dapat diabaikan jika
dibandingkan dengan regangan akibat lentur.
Untuk pelat
segiempat (persegi), pemakaian system koordinat kartesius merupakan cara yang
paling mudah (Gambar 2.10). Gaya luar dan dalam serta komponen lendutan u,
v, dan w dianggap positif bila searah dengan arah positif sumbu
koordinat X, Y, dan Z. Dalam praktik bidang teknik, momen positif
menimbulkan tarikan pada serat yang terletak dibagian bawah struktur.
Perjanjian tanda seperti ini juga berlaku untuk pelat.
Gambar 2.10 Pelat
Segiempat Yang Memikul Beban Lateral
Kita tinjau
suatu kotak kecil yang dipotong dari sebuah pelat pada (Gambar 2.10). Kemudian
kita berikan gaya dalam dan momen positif pada bidang-bidang dekat. Agar elemen
tersebut seimbang, gaya dalam momen negatif harus bekerja pada bidang jauhnya.
Subskrip (huruf bawah) pertama pada gaya dalam menunjukkan arah garis normal
(garis tegak lurus) permukaan penampang tempat momen atau gaya dalam tersebut
bekerja.
2.5 Material
Penggunaan
material pada desain gedung yang digunakan adalah beton bertulang. Mutu dan
material ditentukan sesuai perencanaan.
2.5.1 Baja Tulangan
Dalam perencanaan pembangunan gedung
ini mengacu pada standart perencanaan spesifikasi untuk struktur baja gedung
yang mengacu pada SNI 03-1729-2002
2.5.2 Beton Struktural
Mutu beton direncanakan sebesar 30
Mpa dan melebihi persyaratan minimum
untuk perencanaan bangunan tahan gempa sesuai standart SNI Beton 03-2847-2002.
Dimana pada SNI ini untuk beton struktur, fc’ tidak boleh kurang dari 17 Mpa.
Sedangkan maksimum fc’ tidak dibatasi.
2.6 Kekuatan Perlu
Berdasarkan pedoman SNI-1727-2013 tentang
tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non
gedung dapat dilihat dalam tabel 1 kombinasi beban tahun 2013 dibawah ini:
No
|
Beban
|
Kombinasi Beban
|
1
|
D
|
1,4D
|
2
|
D, L, Lr, R
|
1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau
R)
|
3
|
D, Lr, R, L, W
|
1,2D + 1,6(Lr atau R ) + (L
atau 0,5W
|
4
|
D, W, L, Lr, R
|
1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lr atau
R)
|
5
|
D, E, L
|
1,2D + 1,0E + L
|
6
|
D, W
|
0,9D + 1,0W
|
7
|
D, E
|
0,9D + 1,0E
|
Tabel
1 kombinasi beban Sumber : SNI-1727-2013
Pengecualian
à
Faktor beban untuk L pada kombinasi 3, 4, dan 5 boleh diambilsama dengan 0,5
kecuali untuk ruangan garansi, ruang pertemuan dan semua ruangan yang nilai
beban hidupnya lebih besar daripada 500kg/m2
Keterangan:
D
= Beban Mati
L
= Beban Hidup
Lr
= Beban Atap
R
= Beban Hujan
W
= Beban Angin
2.7 Perencanaan Umum Struktur bangunan
Gedung
Sesuai dengan
SNI 1726-2012 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur
bangunan gedung dan non gedung bangunan gedung di bagidalam beberapa katagori
dan diklasifikasikan berdasarkan dari faktor keutamaan bangunan dan katagori
risiko struktur bangunan. Hal ini di maksudkan agar ketika apabila bencana
terjadi, bangunan yang di tujukan sebagai fasilitas penting seperti rumah
sakit, kantor instansi pemerintah dan lain-lain bisa bertahan dan dapat
digunakan ketika keadaan darurat.
Untuk
berbagai katagori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai aturan
tersebut pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor
keutamaan Ie menurut tabel 2 dan tabel 3. Khusus untuk struktur bangunan
dengan katagori resiko IV , bila dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari
struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan
tersebut harus didesain sesuai dengan katagori risiko IV.
Dibawah ini tabel 2 katagori risiko
bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa (lanjutan) :
Jenis pemanfaatan
|
Katagori
resiko
|
Gedung
dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat
terjadi kegagalan, termasuk dan tidak dibatasi untuk, antara lain :
·
Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan,
dan perikanan
·
Fasilitas sementara
·
Gudang penyimpanan
·
Rumah jaga dan struktur kecil
|
I
|
Semua
gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam katagori risiko I, III,
IV, termasuk dan tidak dbatasi untuk :
·
Perumahan
·
Rumah toko dan rumah kantor
·
Pasar
·
Gedung perkantoran
·
Gedung apartemen/ rumah susun
·
Pusat perbelanjaan/ mall
·
Bangunan industri
·
Fasilitas manufaktur
·
Pabrik
|
II
|
Gedung
dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat
terjadi kegagalan, ter masuk dan tidak dibatasi untuk :
·
Bioskop
·
Gedung pertemuan
·
Stadion
·
Fasilitas kesehatan yang tidak
memiliki unit bedah dan unit gawat darurat
·
Fasilitas penitipan anak
·
Penjara
·
Bangunan untuk rang jompo
Gedung
dan non gedung, tidak ternmasuk kedalam katagori risiko IV, yang memiliki
potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal
terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk,
tapi tidak dibatasi untuk :
·
Pusat pembangkit listrik biasa
·
Fasilitas penanganan air
·
Fasilitas penanganan limbah
·
Pusat telekomunikasi
Gedung
dan non gedung yang tidak termasuk dalam katagori risiko IV, (termasuk,
tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan,
penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan
kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang
mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya
melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansiyang berwenang dan cukup
menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.
|
III
|
Gedung
dan non gedung yang ditunjukan sebagai fasilitas yang penting, termasuk,
tetapi tidak dibatasi untuk :
·
Bangunan- bangunan monumental
·
Gedung sekolah dan fasilitas
pendidikan
·
Rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat
·
Fasilitas pemadam kebakaran,
ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat
·
Fasilitas kesiapan darurat,
komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
·
Pusat pembangkit energi dan
fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada keadaan darurat
·
Struktur tambahan (termasuk
menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin,
strutur stasiun listrik , tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah
atau struktur pendukung air atau material atau
·
peralatan pemadam kebakaran) yang
disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat
Gedung
dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi
struktur bangunan lain yang masuk ke dalam katagori risiko
IV.
|
IV
|
Tabel
3 persamaan antara kategori risiko dan faktor keutamaan gempanya (Ie)
adalah sebagai berikut :
Katagori risiko
|
Faktor Keutamaan
gempa, Ie
|
I atau II
|
1,0
|
III
|
1,25
|
IV
|
1,5
|
2.8 Rencana Anggaran Biaya (RAB)
2.8.1 Fungsi RAB
Secara
Umum Fungsi Utama dari Rancanga Anggaran Biaya (RAB) :
·
Menetapkan jumlah total biaya pekerjaan
yang menguraikan masing masing item pekerjaan yang akan dibangun. RAB harus
menguraikan jumlah semua biaya upah kerja, material dan peralatan termasuk
biaya lainnya
·
Menetapkan Daftar dan Jumlah Material
yang dibutuhkan. Dalam RAB harus dipastikan jumlah masing masing material
disetiap komponen pekerjaan. Jumlah material didasarkan dari volume pekerjaan ,
sehingga kesalahan perhitungan volume setiap komponen pekerjaan akan
mempengaruhi jumlah material yang dibutuhkan. Daftar dan Jenis material yang
tertuang dalam RAB menjadi dasar pembelian material ke Supplier.
·
Menjadi dasar untuk penunjukan/
pemilihan kontraktor pelaksana. Berdasarkan RAB yang ada , maka akan diketahui
jenis dan besarnya pekerjaan yang akan dilaksanakan. Dari RAB tersebut akan
kelihatan pekerja dan kecakapan apa saja yang dibutuhkan. Berdasarkan RAB
tersebut akan diketahui apakah cukup diperlukan satu kontraktor pelaksana saja
atau apakah diperlukan untuk memberikan suatu pekerjaan kepada subkontraktor
untuk menangani pekerjaan yang dianggap perlu dengan spesialis khusus.
2.8.2 Keuntungan Dengan Adanya RAB
·
Dengan detail RAB yang ada, anda dapat
mengatur jenis dan jumlah material yang akan dipergunakan sesuai dengan
kebutuhannya dilapangan. Ini akan membantu penyimpanan material yang tidak
diperlukan digudang dimana akan mejaga bertumpuknya material dan juga menjaga
perputaran uang anda. Juga akan mengamankan barang barang anda tertumpuk lama
sehingga akan bisa mengakibatkan material tidak bisa terpakai.
·
Dengan pengaturan jumlah material yang
dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan pemakaian maka akan memperlancar jalannya
pekerjaan dan juga akan menghindari terbuangnya material oleh pekerja.
·
RAB juga memberikan spesifikasi masing
masing material yang dibutuhkan dalam tahapan konstruksi, dimana hal ini juga
membantu untuk memeriksa apakah standard dan kwalitas bahan yang masuk sudah
sesuai dengan kebutuhan bangunan anda.
·
Jika semua material dan gudang dapat di
sesuaikan dengan kebutuhannya maka juga akan membantu waktu penyelesaian dari
pembangunan rumah yang juga akan mengurangi biaya yang akan dikeluarkan.
·
RAB akan membantu kecepatan pekerjaan
2.8.3 Komponen- komponen Yang perlu
dihitung dalam RAB.
Dalam
suatu konstruksi bangunan rumah ada dua bagian segi pembiayaan yang perlu
diperhitungkan, yaitu :
·
biaya pokok yang berhubungan dengan
material , upah kerja dan perlatan.
·
biaya operasional termasuk biaya
perijinan, fasilitas atau sarana dan juga perlu diperhitungkan biaya tidak
terduga.
2.8.4 Langkah – Langkah Menghitung
RAB
·
Persiapan dan Pengecekan Gambar Kerja
Gambar
Kerja adalah dasar untuk menentukan pekerjaan apa saja yang ada dalam komponen
bangunan yang akan dikerjakan. Dari gambar akan didapatkan ukuran , bentuk dan
spesifikasi pekerjaan. Pastikan gambar mengandung semua ukuran dan spesifikasi
material yang akan digunakan untuk mempermudah perhitungan volume pekerjaan.
·
Perhitungan Volume.
Langkah
awal untuk menghitung volume pekerjaan, yang perlu dilakukan adalah mengurutkan
seluruh item dan komponen pekerjaan yang akan dilaksanakan sesuai dengan gambar
kerja yang ada
·
Membuat Harga Satuan Pekerjaan
Untuk
menghitung Harga Satuan Pekerjaan, yang perlu dipersiapakan adalah :
– Indeks (koefisien) analisa pekerjaan
– Harga Material/ Bahan sesuai satuan
–
Harga upah kerja per hari termasuk mandor, kepala tukang, tukang dan pekerja
·
Perhitungan Jumlah Biaya Pekerjaan
·
Rekapitulasi
Rekapitulasi
adalah jumlah masing masing sub item pekerjaan dan kemudian ditotatlkan
sehinggan didapatkan jumlah total biaya pekerjaan. Dalam rekapitulasi ini
bilamana diperlukan juga ditambahkan biaya overhead dan biaya pajak.
BAB
III
METODOLOGI
PERENCANAAN
3.1 Metodologi Pengumpulan Data
Untuk
membuat perencanaan struktur gedung diperlukan data sebagai acuan, data
tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua jenis data, yaitu:
·
Data Primer
·
Data Sekunder
3.1.1
Data
Primer
Data
primer adalah data yang diperoleh dari lokasi pembangunan maupun hasil survey
yang dapat langsung digunakan sebagai sumber dalam perancangan struktur. Dari pengamatan
dan survey di lapangan didapat data sebagai berikut:
Data
Proyek
·
Nama Proyek : Hotel Jaas Permai
·
Fungsi Bangunan : Hotel
·
Lokasi :
kab. Trenggalek
·
Struktur Atap : Dak Beton
·
Bahan Bangunan : Struktur Beton
3.1.2
Data
Sekunder
Data
sekunder adalah data yang berasal dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan
yang berlaku yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung. Data sekunder
merupakan daat penunjang yang diperlukan dalam perencanaan struktur bangunan.
Yang termasuk dalam klasifikasi data sekunder ini antara lain adalah
literatur-literatur penunjang grafik, tabel, peta/tanah yang berkaitan erat
dengan proses perancangan struktur gedung Hotel Jaas Permai.
a. Data
Teknik
Data teknis merupakan data yang
berhubungan langsung dengan perencanaan struktur gedung seperti data tanah,
banhan bangunan yang digunakan, data beban rencana yang bekerja, dan
sebagainya.
b. Beban
Non Teknis
Adalah data yang berungsi sebagai penunjang dan
perencanaan, seperti kondisi dan letak lokasi proyek. Data yang harus
dilengkapi baik berupa data berdasarkan jenisnya (primer dan sekunder) dalam
perencanaan struktur antara lain:
·
Lokasi/letak bangunan
·
Kondidi/system struktur bangunan sekitar
·
Wilayah gempa dimana bangunan itu
didirikan.
·
Data pembebanan
·
Mutu bahan yang digunakan
·
Standart dan referensi yang digunakan dalam
perencanaan
Langkah-langkah yang dilakukan setelah mengetahui
data yangdiperlukan adalah menentukan metode pengumpulan data. Adapun metode
pengumpulan data yang dilakukan adalah:
·
Observasi
Adalah pengumpulan data melalui peninjauan dan
pengamatan langsung dilapangan.
·
Tinjauan Pustaka
Adalah pengumpulan data dengan data dari hasil
pengujian, peneletian, tes atau uji laboratorium, pedoman, bahan acuan, maupun
standar yang diperlukan dalam perencanaan bangunan melalui perpustakaan atau
instansi-instansi pemerintah yang terkait. Setelah dieroleh data yang
diperlukan, makan selanjutnya dapat dilakukan proses perhitungan.
3.2 Skema Pengumpulan Data
ρ > ρ maks
|
Pilih Tulangan
|
Tentukan
Syarat-syarat Batas
|
Tentukan Panjang
Bentang
|
Hitung ρ
|
Tentukan Tebal
Plat
|
Hitung Beban-beban
|
Tentukan Momen
yang Ditentukan
|
Tentukan Diameter
dan Jarak Tulangan
|
ρmin ≤ ρ ≤ ρmaks
|
Hitung RAB
|
3.3 Syarat-Syarat Batas
Syarat-syarat
tumpuan tepi menentukan jenis perletakan dan jenispenghubung ditempat tumpuan .
Jenis-jenis
perletakan berdasarkan syarat-syarat tumpuan adalah sebagai berikut :
·
Bila pelat dapat berotasi bebas tanpa
tumpuan, maka pelat itu dikatakan ditumpu bebas misalnya sebuah pelat tertumpu
oleh tembok bata.
·
Bila tumpuan mencegah pelat berotasi dan
relative sangat kaku terhadap momen puntir maka pelat itu merupakan satu
kesatuan monolit dengan balok penumpunya.
·
Bila balok tepi tidak cukup kuat untuk
mencegah rotasi sama sekali, maka pelat tersebut terjepit sebagian (terjepit
elastis)
3.4 Bentang
teoritis
Dalam
perencanaan pelat beton bertulang yang digunakan dalam perhitungan adalah
bentang teoritis yaitu bentang bersih (L) antara kedua bidang permukaan tumpuan
ditambah dengan setengah perletakan (a) disetiap ujungnya.
Panjang
bentang teoritis tergantung pada lebar balok atau dinding pendukung. Bila kedua
perletakan hampir mendekati atau kurang dari dua kali tebal keseluruhan pelat ,
maka bentang teoritis dianggap sama dengan jarak antara pusat kepusat
balok-balok, sedangkan bila balok lebih dari dua kali tebal pelat,maka bentang
teoritis dianggap I = L + 100 mm.
3.5
Menentukan Tebal Minimum Pelat (h)
Tebal
minimal pelat (h) (Pasal 11.5.SNI 03-2847-2002) :
1)
Untuk pelat satu arah (Pasal 11.5.2.3 SNI
03-2847-2002), tebal minimal pelat dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1.
Tinggi (h) balok non pratekan atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung
Tebal pelat dihitung
berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.3
Jika 0,2 ≤ 𝛼m ≤ 2 maka
Dan tidak boleh kurang
dari 120 mm
Dan tidak boleh kurang
dari 90mm
Dengan
:
ln = Panjang bentang bersih dalam arah
momen yang ditinjau, diukur dari muka ke muka tumpuan (mm)
αm
= Rasio kekuatan
balok terhadap pelat
β = Rasio panjang terhadap lebar pelat
3.6 Pembebanan
Beban-beban
yang diperhitungkan pada pembebanannya, pelat terdiri dari beban mati (DL) dan
beban hidup (LL). Beban mati terdiri dari berat sendiri pelat, finishing,
berat plafond berikut penggantung, berat penutup lantai dan lainlain sesuai
dengan jenis dan fungsi pelat . Sedangkan beban hidup pada pelat lantai
disesuaikan dengan fungsi sebagai gedung hotel, maka sesuai SNI1726-2002
mengenai tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk gedung dan non gedung
beban hidup pada lantai gedung hotel diambil 300 KN/m2.
Dalam
SNI 1726-2002 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur
bangunan gedung dan non gedung, besar kuat perlu untuk menahan beban mati dan
beban hidup yang dipikul struktur adalah :
WU
= 1,2 WD + 1,6 WL
3.7 Momen Yang
Menentukan
Untuk
menentukan momen yang timbul akibat beban, penyaluran beban Metode Amplop
Untuk menentukan
momen pelat tersebut adalah :
Mlx = 0.01 qu lx2
x
Mly = 0.01 qu ly2
x
Mtx = 0.01 qu lx2
x
Mty = 0.01 qu ly2
x
Dimana
:
Mlx = momen
lapangan arah X
Mly = momen
lapangan arah Y
Mtx = momen
tumpuan arah X
Mty = momen
tumpuan arah Y
Dengan :
M = momen (tumpuan atau lapangan), kNm
qu = beban terbagi rata yang berkerja pada pelat,
kN/m2
lx = bentang arah x (bentang sisi pelat
yang pendek), m
x = koefisien momen
3.8 Penentuan
Selimut Beton
Penentuan
beton atau selimut beton digunakan untuk melindungi baja tulangan dengan
persyaratan bahwa lapisan beton itu harus menjamin penanaman tulangan serta
lekatannya dengan beton, menghindari korosi yang mungkin terjadi dan
meningkatkan perlindungan struktur terhadap bahaya kebakaran. Tebal selimut
beton sangat berpengaruh pada dua besaran yang mempunyai perananan penting
dalam perencanaan balok yaitu h dan d. Hubungan kedua besaran tersebut dalam
sebuah balok ditentukan oleh :
h = d + 1/2
∅𝑏𝑀𝑡.utama
+ ∅𝑏𝑀𝑡.sengkang
+ p
dimana:
d = tinggi
efektif (jarak dari serat tekan ketitik berat tulangan tekan)
P = tebal penutup beton untuk menutup tulangan terluar
∅𝑏𝑀𝑡.utama = diameter tulangan utama
∅𝑏𝑀𝑡.sengkang = diameter tulangan sengkang
3.9 Menentukan Tinggi Manfaat (d)
Pada
pelat dua arah, momen lentur bekerja pada 2 arah, yaitu searah dengan bentang lx
dan
ly,
maka tulangan pokok dipasang pada 2 arah yang saling tegak lurus (bersilangan),
sehingga tidak perlu tulangan bagi. Tetapi pada pelat di daerah tumpuan hanya
bekerja momen lentur satu arah saja, sehingga untuk daerah tumpuan tetap
dipasang tulangan pokok dan tulangan bagi karena Mlx
selalu
≥ Mly
maka
tulangan bentang pendek diletakkan pada lapis bawah agar memberikan d (tinggi
manfaat) yang lebih besar.
dy = h - selimut
-Dtul
x
–
1/2 . Dtul
y
3.10 Tulangan
Yang Diperlukan
Beton
bertulang direncanakan untuk rumah runtuh secara perlahan dan bertahap. Hal
tersebut dimungkinkan apabila tulangan tarik beton terlebih dahulu meleleh
sebelum tegangan beton mencapai maksimum (under reinforced).
Dengan
dasar perencanaan tersebut, SNI 03-2847-2002 membatasi jumlah tulangan tersebut
berkaitan dengan ratio penulangan (𝜌),
sedangkan arti ratio penulangan adalah perbandingan antara jumlah luas
penampang tulangan baja
tarik terhadap
luas efektif penampang.
𝜌𝑏
=A/bd
Pembatasan yang
dimaksud dalam SNI 03-2847-2002 adalah penulangan ratio diijinkan ,dibatasi
sebesar 0,75 kali dari ratio penulangan keadaan seimbang
(𝜌ℎ) menurut SNI
03-2847-2002 adalah sebesar :
Ρh =
Ρb =
Dan ratio
penulangan minimum menurut SNI 03-2847-2002 adalah sebesar :
ρ
max =0,75 . ρb
Faktor pendukung
tegangan beton tekan persegi ekivalen, yang bergantung pada mutu beton (fc’)
sebagai berikut (Pasal 12.2.7.3 SNI 03-2847-2002) :
Untuk fc’ ≤ 30
MPA, maka β1 = 0,85
Untuk fc’ >
30 MPA, maka β1 = 0,85 – 0,008 (fc’-30)
Tetapi β1
≥
0,65
Syarat
ratio penulangan beton bertulang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 𝜌𝑚in ≤ 𝜌
≤ 𝜌max, jika 𝜌 < 𝜌min,
maka
𝜌 yang diambil
adalah 𝜌min .
Struktur
harus direncanakan hingga semua penampang mempunyai kuat rencana minimum sama
dengan kuat perlu, yang dihitung berdasarkan kombinasi beban gaya terfaktor.
Persyaratan tersebut disederhanakan menjadi sebagai berikut:
∅𝑀𝑑 > 𝑀𝑀
Md
= A.fy.dd -
·
Luas
tulangan yang diperlukan adalah ∶ As = 𝜌𝑏𝑑
·
Jarak tulangan maksimum adalah 3x tebal
pelat (SNI 03-2847-2002).
·
Kontrol kekuatan pelat harus memenuhi
syarat : ∅𝑀𝑑
> 𝑀, 𝐴𝑑 >𝐴𝑝𝑀
Menentukan Luas
Tulangan (As) arah x dan y
Rn
=
ρ
ada =
(1
-
·
Jika ρada
>
ρmaks
maka
tebal minimum h harus diperbesar
·
Jika ρmin
<
ρada
<
ρmaks
dipakai
nilai : ρpakai = ρada
·
Jika ρada
<
ρmaks
<
ρmin
dipakai ρmin
Asperlu
=
ρperlu
.b.d
≥ As bagi/susut
Tulangan bagi /
tulangan susut (pasal 9.12.2.1 SNI 03-2847-2002)
Untuk fy
≤
300 MPa, maka Asst ≥ 0,0020.b.h
Untuk fy
=
400 MPa, maka Asst ≥ 0,0018.b.h
Untuk fy
≥
400 MPa, maka Asst ≥ 0,0018.b.h . (400/fy)
Nilai berat
pelat (b) diambil tiap meter (1000 mm).
Σ
tulangan =
Syarat :
Jarak Tulangan
pokok :
Pelat 1 arah : s
≤ 3.h dan s ≤ 450 mm
Pelat 2 arah : s
≤ 2.h dan s ≤ 450 mm
Jarak Tulangan
bagi
s
≤ 5.h dan s ≤ 450 mm
Untuk mengetahui
nilai S Aktual, bisa di ambil dari tabel buku seperti dibawah ini :
Tabel
Diameter Batang Dalam mm2 per meter
Tabel
Luas Penampang Batang Total Dalam mm2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar