Jumat, 15 Desember 2017

PERENCANAAN STRUKTUR PLAT BETON BERTULANG PADA HOTEL JAAS PERMAI DI KABUPATEN TRENGGALEK

PERENCANAAN STRUKTUR PLAT BETON BERTULANG PADA HOTEL JAAS PERMAI DI KABUPATEN TRENGGALEK


Proposal Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Malang
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Teknik



Oleh:
HERYUDHA HENDRA PUTRA
NIM : 201410340311099





JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Didalam suatu kontruksi beton bertulang, pelat sendiri dipakai untuk mendapatkan permukaan datar yang berguna. Plat beton bertulang merupakan sebuah bidang datar yang lebar, mempunyai arah horisontal dengan permukaan atas dan bawahnya sejajar. Plat ditimpu oleh balok beton bertulang.
Plat beton bertulang merupakan panel-panel beton bertulang yang memungkinkan bertulangan satu atau dua arah, tergantung sistem strukturnya. Jika nilai perbandingan antara panjang dan lebar pelat lebih dari 2, digunakan penulangan satu arah, dan apabila nilainya tidak lebih dari 2 maka akan digunakan dua arah.
Baru-baru ini telah terjadi insiden yaitu ambruknya hotel jaas permai di kabupaten Trenggalek. Bahkan ambruknya hotel ini bukan setelah jadi, tapi malah masih dalam pengerjaan sudah ambruk. 
Melihat insiden seperti ini, kemudian timbul fikiran untuk membantu merencanakan ulang plat beton bertulang hotel jaas permai ini supaya aman saat pembangunan bahkan sampai mencapai umur rancana yang telah di rencanakan.

1.2  Rumusan Masalah
Dalam laporan tugas akhir ini akan dibahas mengenai perhitungan struktur plat beton bertulang pada hotel yang meliputi:
1.      Perhitungan plat beton bertulang dari atap
2.      Perhitungan plat beton bertulang lantai 1 dan 2
3.      Perencanaan RAB plat beton bertulang

1.3  Batasan Masalah
1.      Hanya membahas struktur plat beton bertulang
2.      Perhitungan selain plat beton bertulang tidak direncanakan
3.      Perencanaan RAB hanya pada plat beton bertulang
1.4  Tujuan
Tujuan dari perencanaan gedung ini adalah sebagai berikut:
1.      Dapat menghitung struktur plat beton bertulang pada Hotel Jaas Permai
2.      Dapat menghitung RAB struktur plat beton pada pembangunan Hotel Jaas Permai


1.5  Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari pembuatan Tugas Akhir ini adalah menambah wawasan, pengalaman dan ilmu pengetahuan penulis tentang meredesain struktur bangunan gedung dan juga dapat menghitung RAB suatu struktur gedung terlebih pada plat beton bertulang.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Perencanaan
Dalam perencanaan dan proses pelaksanaan pembangunan gedung sebaiknya mengacu pada peraturan konstruksi indonesia, yaitu:
1.      Pedoman perencanaan beban minimum untuk perancangan bangunan gedung dan struktur lain SNI 1727:2013
2.      Pedoman tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung SNI 1726:2012
3.      Pedoman tata cara perencanaan beton SNI 03-2847-2002
4.      Tata cara perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung SNI 03-1729-2002
5.      Pedoman-pedoman lain yang menunjang dan bermanfaat

2.2 Pelat Lantai
Pelat lantai adalah lantai yang tidak terletak di atas tanah langsung, merupakan lantai tingkat pembatas antara tingkat yang satu dengan tingkat yang lain. Pelat lantai didukung oleh balok-balok yang bertumpu pada kolom-kolom bangunan. Ketebalan pelat lantai ditentukan oleh :
·         Besar lendutan yang diinginkan.
·         Lebar bentangan atau jarak antara balok-balok pendukung.
·         Bahan material konstruksi dan pelat lantai.
Pelat lantai harus direncanakan kaku, rata, lurus dan waterpass (mempunyai ketinggian yang sama dan tidak miring), pelat lantai dapat diberi sedikit kemiringan untuk kepentingan aliran air.



Ketebalan pelat lantai ditentukan oleh :
·         beban yang harus didukung,
·         besar lendutan yang diijinkan,
·         lebar bentangan atau jarak antara balok-balok pendukung,
·         bahan konstruksi dari pelat lantai.
Pelat lantai merupakan suatu struktur solid tiga dimensi dengan bidang permukaan yang lurus, datar dan tebalnya jauh lebih kecil dibandingkan dengan dimensinya yang lain. Struktur pelat bisa saja dimodelkan dengan elemen 3 dimensi yang mempunyai tebal h, panjang b, dan lebar a.
Adapun fungsi dari pelat lantai adalah  untuk menerima beban yang akan disalurkan ke struktur lainnya. Pada pelat lantai merupakan beton bertulang yang diberi tulangan baja dengan posisi melintang dan memanjang yang diikat menggunakan kawat bendrat, serta tidak menempel pada permukaan pelat baik bagian bawah maupun atas. Adapun ukuran diameter, jarak antar tulangan, posisi tulangan tambahan bergantung pada bentuk pelat, kemampuan yang diinginkan untuk pelat menerima lendutan yang diijinkan.

2.2.1 Fungsi Pelat Lantai
Adapun fungsi pelat lantai adalah sebagai berikut :
·         Sebagai pemisah ruang bawah dan ruang atas.
·         Sebagai tempat berpijak penghuni di lantai atas.
·         Untuk menempatkan kabel listrik dan lampu pada ruang bawah.
·         Meredam suara dari ruang atas maupun dari ruang bawah.
·         Menambah kekakuan bangunan pada arah horizontal.

2.2.2 Konstruksi Pelat Lantai Berdasarkan Materialnya
Konstruksi untuk pelat lantai dapat dibuat dari berbagai material, contohnya kayu, beton, baja dan yumen (kayu semen). Dalam perencanaan ini material yang digunakan untuk pelat lantai adalah beton.

Pelat lantai dari beton mempunyai keuntungan antara lain :
·         Mampu mendukung beban besar.
·         Merupakan isolasi suara yang baik.
·         Tidak dapat terbakar dan dapat lapis kedap air.
·         Dapat dipasang tegel untuk keindahan lantai.
·         Merupakan bahan yang kuat dan awet, tidak perlu perawatan dan dapat berumur panjang.
Pelat lantai beton bertulang umumnya dicor ditempat, bersama-sama balok penumpu. Dengan demikian akan diperoleh hubungan yang kuat yang menjadi satu kesatuan. Pada pelat lantai beton dipasang tulangan baja pada kedua arah, tulangan silang, untuk menahan momen tarik dan lenturan. Perencanaan dan hitungan pelat lantai dari beton bertulang harus mengikuti persyaratan yang tercantum dalam Pedoman tata cara perencanaan beton SNI 03-2847-2002
Untuk menghindari lenturan yang besar, maka bentangan pelat lantai jangan dibuat terlalu lebar, untuk ini dapat diberi balok-balok sebagai tumpuan yang jugaberfungsi menambah kekakuan pelat. Bentangan pelat yang besar juga akan menyebabkan pelat menjadi terlalu tebal dan jumlah tulangan yang dibutuhkan akan menjadi lebih banyak, berarti berat bangunan akan menjadi besar dan harga persatuan luas akan menjadi mahal.

2.2.3 Pembebanan Pelat
Sesuai SNI 1727-2013, pada umumnya pembebanan-pembebanan yang dianalisa adalah sebagai berikut:
2.2.3.1 Beban Mati (D)
            Beban mati adalah berat dari semua bagian suatu gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, serta peralatan tetap merupakan bagian tak terpisahkan dari gedung. Beban mati merupakan beban dengan besar yang konstan dan berada pada posisi yang sama setiap saat. Dalam mendesain berat beban mati ini harus diperhitungkan untuk digunakan dalam analisa. Dimensi dan berat elemen struktur tidak diketahui sebelum analisa struktur selesai dilakukan. Berat yang ditentukan dari analisa struktur harus dibandingkan dengan berat perkiraan semula. Jika perbedaannya besar, perlu dilakukan analisa ulang dengan enggunakan perkiraan berat yang lebih baik.
2.2.3.2 Beban hidup (L)
            Beban hidup adala semua bahan yang terjadi akibat penghuni atau pengguna suatu gedung, termasuk beban lantai yang berasal dari barang yang dapat berpindah, mesin serta peralatan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan pembebanan lantai dan atap.
2.2.3.3 Beban Angin (W)
            Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung yang disebabkan oleh selisih dalam tekanan udara. Beban angin ditentukan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif, yang bekerja tegak lurus pada bidang yang di tinjau.
2.2.3.4 Beban Gempa (E)
            Beban gempa adalah semua beban statik skivalen yang bekerja pada gedung yang merupakan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa.
            Beban geser dasar gempa untuk analisis beban statistik ekivalen, dengan rumus:
V = C x I x K x Wt
Dimana:
            V = beban gempa horisontal
            C = koefisien gempa
            I = faktor keutamaan
            K = faktor jenis struktur







2.2.4 Perletakan Pelat
Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan saja, tetapi juga jenis perletakan dan jenis penghubung di tempat tumpuan. Kekakuan hubungan antara pelat dan tumpuan akan menentukan besar momen lentur yang terjadi pada pelat. Untuk bangunan gedung, umumnya pelat tersebut ditumpu oleh balok-balok secara monolit, yaitu pelat dan balok dicor bersama-sama sehingga menjadi satu kesatuan, seperti pada gambar (2.1) atau ditumpu oleh dinding-dinding bangunan seperti pada gambar (2.2). Kemungkinan lainnya, yaitu pelat didukung oleh balok-balok baja dengan sistem komposit seperti pada gambar (2.3), atau didukung oleh kolom secara langsung tanpa balok, yang dikenal dengan pelat cendawan, seperti gambar (2.4).

Kekakuan hubungan antara pelat dan konstruksi pendukungnya (balok) menjadi satu bagian dari perencanaan pelat. Ada 3 jenis perletakan pelat pada balok, yaitu :
a) Terletak bebas
Keadaan ini terjadi jika pelat diletakan begitu saja diatas balok, atau antara pelat dan balok tidak dicor bersama-sama, sehingga pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan tersebut.
Gambar 2.5 Pelat Terletak Bebas

b) Terjepit elastis
Gambar 2.6 Pelat Terjepit Elastis

Keadaan ini terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara monolit, tetapi ukuran balok cukup kecil, sehingga balok tidak cukup kuat untuk mencegah terjadinya rotasi pelat. Tepi yang bertumpuan sederhana menghasilkan kondisi tepi campuran. Karena lendutan dan momen lentur di sepanjang tepi ini melibatkan persamaan yang berkaitan dengan perpindahan dan gaya. Jadi,
Gambar 2.7 Lambang Pelat Dengan Perletakan Sederhana

c) Terjepit penuh
Gambar 2.8 Pelat Terjepit Penuh

Keadaan ini terjadi jika pelat dan balok dicor bersama-sama secara monolit, dan ukuran balok cukup besar, sehingga mampu untuk mencegah terjadinya rotasi pelat. Kondisi geometris tertentu yang diperoleh berdasarkan besarnya perpindahan (translasi dan rotasi) dapat digunakan untuk merumuskan kondisi tepi dalan bentuk matematis. Misalnya, lendutan dan kemiringan permukaan pelat yang melendut di tepi jepit sama dengan nol, jadi dapat dituliskan :
Gambar 2.9 Lambang Pelat Dengan Perletakan Jepit


2.2.5 Sistem Pelat Lantai
Secara umum sistem pelat lantai dapat dibedakan menjadi dua, keduanya dibedakan dari nilai rasio perbandingan sisi panjang (b) dan sisi pendek (a) dari pelat.
·         Sistem pelat satu arah (one way slab), apabila b/a > 2,0. Analisis dan disain dari pelat satu arah, dilakukan dalam 1 arah (arah sisi pendek)
·         Sistem pelat dua arah (two way slab), apabila 1,0 _ b/a _ 2,0. Analisis pelat dua arah dilakukan dalam 2 arah (arah x dan arah y).





2.3 Perencanaan Pelat Lantai
Dalam merencanakan sebuah pelat, ada tiga metode yang dapat digunakan yaitu
·         Metode Marcus
Metode marcus didasarkan pada pendekatan momen dengan menggunakan koefisien-koefisien yang disederhanakan dimana koefisien ini telah dicantumkan dalam sebuah tabel sesuai dengan kondisi perletakan ujung-ujung pelat.
·         Metode perencanaan langsung
Metode Perencanaan langsung yaitu metode dimana yang diperoleh adalah pendekatan momen dengan menggunakan koefisien-koefisien yang telah disederhanakan.
·         Metode portal ekivalen.
Metode portal ekivalen digunakan untuk memperoleh variasi longitudinal dari momen dan geser, maka kekakuan relatif dari kolom-kolom berikut sistem lantai dimisalkan dalam analisis pendekatan dan kemudian diperiksa.


2.4 Analisa Struktur Pelat Lantai
Analisa Struktur merupakan ilmu untuk menentukan respons suatu struktur terhadap suatu pembebanan. Respons struktur dinyatakan dengan deformasi struktur, kekuatan internal, tekanan, reaksi tumpuan, percepatan, dan stabilitas. Pada umumnya terdapat 3 teori pelat yaitu teori Kirchoff - Love, Teori Mindlin - Reissner, Teori Reissner - Stein. Dan juga Terdapat banyak metode yang dapat digunakan untuk menganalisa pelat lantai beberapanya yaitu, metode elemen hingga, metode bayangan, metode Hirzfeld, metode M. Levy dan lainnya. Dalam penelitian ini digunakan Teori pelat Kirchoff – Love untuk menganalisa pelat lantai menggunakan metode M. Levy.
Teori Kirchoff – Love digunakan untuk kasus pelat tipis (L/h > 20). Teori ini mengatakan bahwa titik-titik material, yang sebelum deformasi terletak pada garis lurus dan tegak lurus terhadap permukaan tengah, setelah deformasi akan tetap berada pada garis lurus dan harus tetap tegak lurus pada permukaan tengah.
2.4.1 Sistem Koordinat dan Perjanjian Tanda.
Bentuk pelat cukup ditentukan dengan menunjukkan geometri bidang pusatnya, yang merupakan bidang /permukaan yang membagi dua tebal pelat (h) setiap titik (Gambar 2.10). Berdasarkan buku Szilard (1989) yang mengatakan teori pelat dengan lendutan kecil. Yang sering kali disebut teori Kirchhoff dan Love, didasarkan pada anggapan berikut:
·         Bahan pelat bersifat elastis, homogen, dan isotropis
·         Pelat pada mulanya datar
·         Tebal pelat relatif kecil dibandingkan dengan dimensi lainnya. Dimensi lateral terkecil pada pelat paling sedikit sepuluh kali lebih besar daripada ketebalannya
·         Lendutan sangat kecil dibandingkan dengan pelat. Lendutan maksimum sebesar sepersepuluh sampai seperlima tebal pelat dianggap sebagai batasan untuk teori lendutan yang kecil. Batasan ini juga dapat dinyatakan dalam panjang pelat; misalnya, lendutan maksimum lebih kecil dari satu perlima puluh panjang bentang yang terkecil.
·         Kemiringan bidang pusat yang melendut jauh lebih kecil dari satu.
·         Perubahan bentuk pelat bersifat sedemikian rupa sehingga garis lurus yang semula tegak lurus bidang pusat pelat, tetap berupa garis lurus dan tetap tegak lurus bidang (perubahan bentuk gaya geser transversal akan diabaikan).
·         Lendutan pelat diakibatkan oleh perpindahan titik-titik bidang pusat yang tegak lurus awalnya.
·         Besarnya tegangan yang lurus bidang pusat sangat kecil sehingga biasa diabaikan. Banyak dari anggapan ini terkenal karena sama seperti balok dasar. Pengujian dengan skala kecil dan besar telah membuktikan berlakunya anggapan-anggapan tersebut.
·         Pada kasus pelat yang memiliki daya tahan lentur, anggapan penyerdehanaan tambahan dapat juga dibuat: regangan pada bidang pusat akibat gaya-gaya sebidang biasanya dapat diabaikan jika dibandingkan dengan regangan akibat lentur.
Untuk pelat segiempat (persegi), pemakaian system koordinat kartesius merupakan cara yang paling mudah (Gambar 2.10). Gaya luar dan dalam serta komponen lendutan u, v, dan w dianggap positif bila searah dengan arah positif sumbu koordinat X, Y, dan Z. Dalam praktik bidang teknik, momen positif menimbulkan tarikan pada serat yang terletak dibagian bawah struktur. Perjanjian tanda seperti ini juga berlaku untuk pelat.
Gambar 2.10 Pelat Segiempat Yang Memikul Beban Lateral
Kita tinjau suatu kotak kecil yang dipotong dari sebuah pelat pada (Gambar 2.10). Kemudian kita berikan gaya dalam dan momen positif pada bidang-bidang dekat. Agar elemen tersebut seimbang, gaya dalam momen negatif harus bekerja pada bidang jauhnya. Subskrip (huruf bawah) pertama pada gaya dalam menunjukkan arah garis normal (garis tegak lurus) permukaan penampang tempat momen atau gaya dalam tersebut bekerja.


2.5 Material
Penggunaan material pada desain gedung yang digunakan adalah beton bertulang. Mutu dan material ditentukan sesuai perencanaan.
2.5.1 Baja Tulangan
            Dalam perencanaan pembangunan gedung ini mengacu pada standart perencanaan spesifikasi untuk struktur baja gedung yang mengacu pada SNI 03-1729-2002
2.5.2 Beton Struktural
            Mutu beton direncanakan sebesar 30 Mpa  dan melebihi persyaratan minimum untuk perencanaan bangunan tahan gempa sesuai standart SNI Beton 03-2847-2002. Dimana pada SNI ini untuk beton struktur, fc’ tidak boleh kurang dari 17 Mpa. Sedangkan maksimum fc’ tidak dibatasi.

2.6  Kekuatan Perlu
Berdasarkan pedoman SNI-1727-2013 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung dapat dilihat dalam tabel 1 kombinasi beban tahun 2013 dibawah ini:
No
Beban
Kombinasi Beban
1
D
1,4D
2
D, L, Lr, R
1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R)
3
D, Lr, R, L, W
1,2D + 1,6(Lr atau R ) + (L atau 0,5W
4
D, W, L, Lr, R
1,2D + 1,0W + L + 0,5(Lr atau R)
5
D, E, L
1,2D + 1,0E + L
6
D, W
0,9D + 1,0W
7
D, E
0,9D + 1,0E
Tabel 1 kombinasi beban Sumber : SNI-1727-2013
Pengecualian à Faktor beban untuk L pada kombinasi 3, 4, dan 5 boleh diambilsama dengan 0,5 kecuali untuk ruangan garansi, ruang pertemuan dan semua ruangan yang nilai beban hidupnya lebih besar daripada 500kg/m2
Keterangan:
D = Beban Mati
L = Beban Hidup
Lr = Beban Atap
R = Beban Hujan
W = Beban Angin






2.7  Perencanaan Umum Struktur bangunan Gedung
Sesuai dengan SNI 1726-2012 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung bangunan gedung di bagidalam beberapa katagori dan diklasifikasikan berdasarkan dari faktor keutamaan bangunan dan katagori risiko struktur bangunan. Hal ini di maksudkan agar ketika apabila bencana terjadi, bangunan yang di tujukan sebagai fasilitas penting seperti rumah sakit, kantor instansi pemerintah dan lain-lain bisa bertahan dan dapat digunakan ketika keadaan darurat.
            Untuk berbagai katagori risiko struktur bangunan gedung dan non gedung sesuai aturan tersebut pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu faktor keutamaan Ie menurut tabel 2 dan tabel 3. Khusus untuk struktur bangunan dengan katagori resiko IV , bila dibutuhkan pintu masuk untuk operasional dari struktur bangunan yang bersebelahan, maka struktur bangunan yang bersebelahan tersebut harus didesain sesuai dengan katagori risiko IV.

Dibawah ini tabel 2 katagori risiko bangunan gedung dan non gedung untuk beban gempa (lanjutan) :
Jenis pemanfaatan
Katagori resiko
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk dan tidak dibatasi untuk, antara lain :
·         Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan
·         Fasilitas sementara
·         Gudang penyimpanan
·         Rumah jaga dan struktur kecil


I
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam katagori risiko I, III, IV, termasuk dan tidak dbatasi untuk :
·         Perumahan
·         Rumah toko dan rumah kantor
·         Pasar
·         Gedung perkantoran
·         Gedung apartemen/ rumah susun
·         Pusat perbelanjaan/ mall
·         Bangunan industri
·         Fasilitas manufaktur
·         Pabrik



II
Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, ter masuk dan tidak dibatasi untuk :
·         Bioskop
·         Gedung pertemuan
·         Stadion
·         Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat
·         Fasilitas penitipan anak
·         Penjara
·         Bangunan untuk rang jompo
Gedung dan non gedung, tidak ternmasuk kedalam katagori risiko IV, yang memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
·         Pusat pembangkit listrik biasa
·         Fasilitas penanganan air
·         Fasilitas penanganan limbah
·         Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam katagori risiko IV, (termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses, penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak di mana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang disyaratkan oleh instansiyang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi masyarakat jika terjadi kebocoran.











III
Gedung dan non gedung yang ditunjukan sebagai fasilitas yang penting, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :
·         Bangunan- bangunan monumental
·         Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
·         Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat
·         Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat
·         Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
·         Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada keadaan darurat
·         Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin, strutur stasiun listrik , tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air atau material atau
·         peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat

Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan
fungsi struktur bangunan lain yang masuk ke dalam katagori risiko
IV.










IV

Tabel 3 persamaan antara kategori risiko dan faktor keutamaan gempanya (Ie) adalah sebagai berikut :
Katagori risiko
Faktor Keutamaan gempa, Ie
I atau II
1,0
III
1,25
IV
1,5



2.8    Rencana Anggaran Biaya (RAB)
2.8.1 Fungsi RAB
Secara Umum Fungsi Utama dari Rancanga Anggaran Biaya (RAB) :
·         Menetapkan jumlah total biaya pekerjaan yang menguraikan masing masing item pekerjaan yang akan dibangun. RAB harus menguraikan jumlah semua biaya upah kerja, material dan peralatan termasuk biaya lainnya
·         Menetapkan Daftar dan Jumlah Material yang dibutuhkan. Dalam RAB harus dipastikan jumlah masing masing material disetiap komponen pekerjaan. Jumlah material didasarkan dari volume pekerjaan , sehingga kesalahan perhitungan volume setiap komponen pekerjaan akan mempengaruhi jumlah material yang dibutuhkan. Daftar dan Jenis material yang tertuang dalam RAB menjadi dasar pembelian material ke Supplier.
·         Menjadi dasar untuk penunjukan/ pemilihan kontraktor pelaksana. Berdasarkan RAB yang ada , maka akan diketahui jenis dan besarnya pekerjaan yang akan dilaksanakan. Dari RAB tersebut akan kelihatan pekerja dan kecakapan apa saja yang dibutuhkan. Berdasarkan RAB tersebut akan diketahui apakah cukup diperlukan satu kontraktor pelaksana saja atau apakah diperlukan untuk memberikan suatu pekerjaan kepada subkontraktor untuk menangani pekerjaan yang dianggap perlu dengan spesialis khusus.


2.8.2 Keuntungan Dengan Adanya RAB
·         Dengan detail RAB yang ada, anda dapat mengatur jenis dan jumlah material yang akan dipergunakan sesuai dengan kebutuhannya dilapangan. Ini akan membantu penyimpanan material yang tidak diperlukan digudang dimana akan mejaga bertumpuknya material dan juga menjaga perputaran uang anda. Juga akan mengamankan barang barang anda tertumpuk lama sehingga akan bisa mengakibatkan material tidak bisa terpakai.
·         Dengan pengaturan jumlah material yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan pemakaian maka akan memperlancar jalannya pekerjaan dan juga akan menghindari terbuangnya material oleh pekerja.
·         RAB juga memberikan spesifikasi masing masing material yang dibutuhkan dalam tahapan konstruksi, dimana hal ini juga membantu untuk memeriksa apakah standard dan kwalitas bahan yang masuk sudah sesuai dengan kebutuhan bangunan anda.
·         Jika semua material dan gudang dapat di sesuaikan dengan kebutuhannya maka juga akan membantu waktu penyelesaian dari pembangunan rumah yang juga akan mengurangi biaya yang akan dikeluarkan.
·         RAB akan membantu kecepatan pekerjaan


2.8.3 Komponen- komponen Yang perlu dihitung dalam RAB.
Dalam suatu konstruksi bangunan rumah ada dua bagian segi pembiayaan yang perlu diperhitungkan, yaitu :
·         biaya pokok yang berhubungan dengan material , upah kerja dan perlatan.
·         biaya operasional termasuk biaya perijinan, fasilitas atau sarana dan juga perlu diperhitungkan biaya tidak terduga.


2.8.4 Langkah – Langkah Menghitung RAB
·         Persiapan dan Pengecekan Gambar Kerja
Gambar Kerja adalah dasar untuk menentukan pekerjaan apa saja yang ada dalam komponen bangunan yang akan dikerjakan. Dari gambar akan didapatkan ukuran , bentuk dan spesifikasi pekerjaan. Pastikan gambar mengandung semua ukuran dan spesifikasi material yang akan digunakan untuk mempermudah perhitungan volume pekerjaan.

·         Perhitungan Volume.
Langkah awal untuk menghitung volume pekerjaan, yang perlu dilakukan adalah mengurutkan seluruh item dan komponen pekerjaan yang akan dilaksanakan sesuai dengan gambar kerja yang ada
·         Membuat Harga Satuan Pekerjaan
Untuk menghitung Harga Satuan Pekerjaan, yang perlu dipersiapakan adalah :
–  Indeks (koefisien) analisa pekerjaan
–  Harga Material/ Bahan sesuai satuan
– Harga upah kerja per hari termasuk mandor, kepala tukang, tukang dan pekerja

·         Perhitungan Jumlah Biaya Pekerjaan

·         Rekapitulasi
Rekapitulasi adalah jumlah masing masing sub item pekerjaan dan kemudian ditotatlkan sehinggan didapatkan jumlah total biaya pekerjaan. Dalam rekapitulasi ini bilamana diperlukan juga ditambahkan biaya overhead dan biaya pajak.













BAB III
METODOLOGI PERENCANAAN

3.1  Metodologi Pengumpulan Data
Untuk membuat perencanaan struktur gedung diperlukan data sebagai acuan, data tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua jenis data, yaitu:
·         Data Primer
·         Data Sekunder

3.1.1        Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari lokasi pembangunan maupun hasil survey yang dapat langsung digunakan sebagai sumber dalam perancangan struktur. Dari pengamatan dan survey di lapangan didapat data sebagai berikut:
Data Proyek
·         Nama Proyek                          : Hotel Jaas Permai
·         Fungsi Bangunan                    : Hotel
·         Lokasi                                     : kab. Trenggalek
·         Struktur Atap                          : Dak Beton
·         Bahan Bangunan                     : Struktur Beton

3.1.2        Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang berasal dari peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung. Data sekunder merupakan daat penunjang yang diperlukan dalam perencanaan struktur bangunan. Yang termasuk dalam klasifikasi data sekunder ini antara lain adalah literatur-literatur penunjang grafik, tabel, peta/tanah yang berkaitan erat dengan proses perancangan struktur gedung Hotel Jaas Permai.

a.       Data Teknik
Data teknis merupakan data yang berhubungan langsung dengan perencanaan struktur gedung seperti data tanah, banhan bangunan yang digunakan, data beban rencana yang bekerja, dan sebagainya.
b.      Beban Non Teknis
Adalah data yang berungsi sebagai penunjang dan perencanaan, seperti kondisi dan letak lokasi proyek. Data yang harus dilengkapi baik berupa data berdasarkan jenisnya (primer dan sekunder) dalam perencanaan struktur antara lain:
·         Lokasi/letak bangunan
·         Kondidi/system struktur bangunan sekitar
·         Wilayah gempa dimana bangunan itu didirikan.
·         Data pembebanan
·         Mutu bahan yang digunakan
·         Standart dan referensi yang digunakan dalam perencanaan
Langkah-langkah yang dilakukan setelah mengetahui data yangdiperlukan adalah menentukan metode pengumpulan data. Adapun metode pengumpulan data yang dilakukan adalah:
·         Observasi
Adalah pengumpulan data melalui peninjauan dan pengamatan langsung dilapangan.
·         Tinjauan Pustaka
Adalah pengumpulan data dengan data dari hasil pengujian, peneletian, tes atau uji laboratorium, pedoman, bahan acuan, maupun standar yang diperlukan dalam perencanaan bangunan melalui perpustakaan atau instansi-instansi pemerintah yang terkait. Setelah dieroleh data yang diperlukan, makan selanjutnya dapat dilakukan proses perhitungan.





3.2  Skema Pengumpulan Data
ρ > ρ maks
Pilih Tulangan
Tentukan Syarat-syarat Batas
Tentukan Panjang Bentang
Hitung ρ
Tentukan Tebal Plat
Hitung Beban-beban
Tentukan Momen yang Ditentukan
Tentukan Diameter dan Jarak Tulangan
ρmin ≤ ρ ≤ ρmaks
 
















Hitung RAB
                                                  








3.3  Syarat-Syarat Batas
Syarat-syarat tumpuan tepi menentukan jenis perletakan dan jenispenghubung ditempat tumpuan .
Jenis-jenis perletakan berdasarkan syarat-syarat tumpuan adalah sebagai berikut :
·         Bila pelat dapat berotasi bebas tanpa tumpuan, maka pelat itu dikatakan ditumpu bebas misalnya sebuah pelat tertumpu oleh tembok bata.
·         Bila tumpuan mencegah pelat berotasi dan relative sangat kaku terhadap momen puntir maka pelat itu merupakan satu kesatuan monolit dengan balok penumpunya.
·         Bila balok tepi tidak cukup kuat untuk mencegah rotasi sama sekali, maka pelat tersebut terjepit sebagian (terjepit elastis)


3.4 Bentang teoritis
Dalam perencanaan pelat beton bertulang yang digunakan dalam perhitungan adalah bentang teoritis yaitu bentang bersih (L) antara kedua bidang permukaan tumpuan ditambah dengan setengah perletakan (a) disetiap ujungnya.
Panjang bentang teoritis tergantung pada lebar balok atau dinding pendukung. Bila kedua perletakan hampir mendekati atau kurang dari dua kali tebal keseluruhan pelat , maka bentang teoritis dianggap sama dengan jarak antara pusat kepusat balok-balok, sedangkan bila balok lebih dari dua kali tebal pelat,maka bentang teoritis dianggap I = L + 100 mm.

3.5 Menentukan Tebal Minimum Pelat (h)
Tebal minimal pelat (h) (Pasal 11.5.SNI 03-2847-2002) :
1)      Untuk pelat satu arah (Pasal 11.5.2.3 SNI 03-2847-2002), tebal minimal pelat dapat dilihat pada tabel berikut :








Tabel 3.1. Tinggi (h) balok non pratekan atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung











Tebal pelat dihitung berdasarkan SNI 03-2847-2002 pasal 11.5.3
Jika 0,2 ≤ 𝛼m 2 maka 
Dan tidak boleh kurang dari 120 mm

Jika 𝛼𝛼 m > 2
Dan tidak boleh kurang dari 90mm
Dengan :

ln         = Panjang bentang bersih dalam arah momen yang ditinjau, diukur dari muka ke muka tumpuan (mm)
αm          = Rasio kekuatan balok terhadap pelat
β          = Rasio panjang terhadap lebar pelat











3.6  Pembebanan
Beban-beban yang diperhitungkan pada pembebanannya, pelat terdiri dari beban mati (DL) dan beban hidup (LL). Beban mati terdiri dari berat sendiri pelat, finishing, berat plafond berikut penggantung, berat penutup lantai dan lainlain sesuai dengan jenis dan fungsi pelat . Sedangkan beban hidup pada pelat lantai disesuaikan dengan fungsi sebagai gedung hotel, maka sesuai SNI1726-2002 mengenai tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk gedung dan non gedung beban hidup pada lantai gedung hotel diambil 300 KN/m2.
Dalam SNI 1726-2002 tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung, besar kuat perlu untuk menahan beban mati dan beban hidup yang dipikul struktur adalah :
                                 
WU = 1,2 WD + 1,6 WL     





3.7 Momen Yang Menentukan
Untuk menentukan momen yang timbul akibat beban, penyaluran beban Metode Amplop
Untuk menentukan momen pelat tersebut adalah :



Mlx = 0.01 qu lx2 x
Mly = 0.01 qu ly2 x
Mtx = 0.01 qu lx2 x
Mty = 0.01 qu ly2 x

Dimana :
Mlx = momen lapangan arah X
Mly = momen lapangan arah Y
Mtx = momen tumpuan arah X
Mty = momen tumpuan arah Y

Dengan :
M         = momen (tumpuan atau lapangan), kNm
qu        = beban terbagi rata yang berkerja pada pelat, kN/m2
lx         = bentang arah x (bentang sisi pelat yang pendek), m
x          = koefisien momen



3.8 Penentuan Selimut Beton
Penentuan beton atau selimut beton digunakan untuk melindungi baja tulangan dengan persyaratan bahwa lapisan beton itu harus menjamin penanaman tulangan serta lekatannya dengan beton, menghindari korosi yang mungkin terjadi dan meningkatkan perlindungan struktur terhadap bahaya kebakaran. Tebal selimut beton sangat berpengaruh pada dua besaran yang mempunyai perananan penting dalam perencanaan balok yaitu h dan d. Hubungan kedua besaran tersebut dalam sebuah balok ditentukan oleh :



h = d + 1/2 ∅𝑏𝑀𝑡.utama + ∅𝑏𝑀𝑡.sengkang + p
dimana:

d                                  = tinggi efektif (jarak dari serat tekan ketitik berat tulangan tekan)
P                                 = tebal penutup beton untuk menutup tulangan terluar
∅𝑏𝑀𝑡.utama                = diameter tulangan utama
∅𝑏𝑀𝑡.sengkang           = diameter tulangan sengkang


3.9 Menentukan Tinggi Manfaat (d)    
Pada pelat dua arah, momen lentur bekerja pada 2 arah, yaitu searah dengan bentang lx dan ly, maka tulangan pokok dipasang pada 2 arah yang saling tegak lurus (bersilangan), sehingga tidak perlu tulangan bagi. Tetapi pada pelat di daerah tumpuan hanya bekerja momen lentur satu arah saja, sehingga untuk daerah tumpuan tetap dipasang tulangan pokok dan tulangan bagi karena Mlx selalu ≥ Mly maka tulangan bentang pendek diletakkan pada lapis bawah agar memberikan d (tinggi manfaat) yang lebih besar.

dx = h - selimut 1/2 .Dtul x
dy = h - selimut -Dtul x 1/2 . Dtul y




3.10 Tulangan Yang Diperlukan
Beton bertulang direncanakan untuk rumah runtuh secara perlahan dan bertahap. Hal tersebut dimungkinkan apabila tulangan tarik beton terlebih dahulu meleleh sebelum tegangan beton mencapai maksimum (under reinforced).
Dengan dasar perencanaan tersebut, SNI 03-2847-2002 membatasi jumlah tulangan tersebut berkaitan dengan ratio penulangan (𝜌), sedangkan arti ratio penulangan adalah perbandingan antara jumlah luas penampang tulangan baja
tarik terhadap luas efektif penampang.



𝜌𝑏 =A/bd

Pembatasan yang dimaksud dalam SNI 03-2847-2002 adalah penulangan ratio diijinkan ,dibatasi sebesar 0,75 kali dari ratio penulangan keadaan seimbang

(𝜌) menurut SNI 03-2847-2002 adalah sebesar :



Ρh =

Atau
Ρb =

Dan ratio penulangan minimum menurut SNI 03-2847-2002 adalah sebesar :         



ρ min =
ρ max =0,75 . ρb
Faktor pendukung tegangan beton tekan persegi ekivalen, yang bergantung pada mutu beton (fc’) sebagai berikut (Pasal 12.2.7.3 SNI 03-2847-2002) :



Untuk fc’ ≤ 30 MPA, maka β1 = 0,85
Untuk fc’ > 30 MPA, maka β1 = 0,85 – 0,008 (fc’-30)
Tetapi β1 ≥ 0,65

Syarat ratio penulangan beton bertulang harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : 𝜌𝑚in ≤ 𝜌 ≤ 𝜌max,  jika 𝜌 < 𝜌min, maka 𝜌 yang diambil adalah 𝜌min .

Struktur harus direncanakan hingga semua penampang mempunyai kuat rencana minimum sama dengan kuat perlu, yang dihitung berdasarkan kombinasi beban gaya terfaktor. Persyaratan tersebut disederhanakan menjadi sebagai berikut:



𝑀𝑑 > 𝑀𝑀

Dimana :
Md = A.fy.dd -

·         Luas tulangan yang diperlukan adalah ∶ As = 𝜌𝑏𝑑
·         Jarak tulangan maksimum adalah 3x tebal pelat (SNI 03-2847-2002).
·          Kontrol kekuatan pelat harus memenuhi syarat : ∅𝑀𝑑 > 𝑀,  𝐴𝑑 >𝐴𝑝𝑀





Menentukan Luas Tulangan (As) arah x dan y



Mn =
Rn =
M =
ρ ada =  (1 -
·         Jika ρada > ρmaks maka tebal minimum h harus diperbesar
·          Jika ρmin < ρada < ρmaks dipakai nilai : ρpakai = ρada
·          Jika ρada < ρmaks < ρmin dipakai ρmin
Setelah didapatkan nilai ρperlu, maka :
Asperlu = ρperlu .b.d ≥ As bagi/susut
Tulangan bagi / tulangan susut (pasal 9.12.2.1 SNI 03-2847-2002)
Untuk fy ≤ 300 MPa, maka Asst ≥ 0,0020.b.h
Untuk fy = 400 MPa, maka Asst ≥ 0,0018.b.h
Untuk fy ≥ 400 MPa, maka Asst ≥ 0,0018.b.h . (400/fy)

Nilai berat pelat (b) diambil tiap meter (1000 mm).

- Jarak maksimal tulangan (as ke as)
Σ tulangan =
Syarat :
Jarak Tulangan pokok :
Pelat 1 arah : s ≤ 3.h dan s ≤ 450 mm
Pelat 2 arah : s ≤ 2.h dan s ≤ 450 mm

Jarak Tulangan bagi



s ≤ 5.h dan s ≤ 450 mm




Untuk mengetahui nilai S Aktual, bisa di ambil dari tabel buku seperti dibawah ini :

Tabel  Diameter Batang Dalam mm2 per meter

Tabel  Luas Penampang Batang Total Dalam mm2


Tidak ada komentar:

Posting Komentar